Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute) didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang memiliki banyak variasi
fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap
optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran
Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen atau fasa, yaitu ;
a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
b. reactive solids,
yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid (clay); dalam
hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar
dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4)
yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga
berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti
chert, pasir atau clay-clay non swelling, sehingga akan menyebabkan
abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia; merupakan bagian dari system yang digunakan untuk
mengontrol
sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan
partikel-partikel clay) atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel
clay). Efeknya
terutama tertuju pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan. Zat-zat
kimia yang mendispersi (menurunkan viskositas/mengencerkan) misalnya :
Quebracho, phosphate, sodium tannate, dll. Sedangkan zat-zat kimia untuk
menaikkan viskositas, misalnya : C.M.C, starch, dan beberapa senyawa
polimer.
2.2. Jenis – Jenis Lumpur Lemboran
ZABA
dan DOHERTY (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama berdasarkan
fasa fluidanya : air (water base), minyak (oil base) atau gas, sebagai
berikut :
I. Fresh Water Muds (lumpur air tawar)
a. Spud
b. Natural atau Native (alamiah)
c. Bentonite – treated
d. Phospate – treated
e. Organic coloid – treated
f. “Red” atau alkaline – tannate treated
g. Calcium muds
1. Lime – treated
2. Gypsum – treated
3. Calcium – (selain 1 & 2) - treated
II. Salt Water Muds (air asin)
a. Unsaturated salt water
b. Saturated salt water
c. Sodium silicate
III. Oil in Water Emulsion
a. Fresh Water (air tawar)
b. Salt Water (air asin)
IV. Oil Base dan Oil Base Emulsion Muds
V. Gaseous Drilling Fluids
a. Udara atau Natural gas
b. Aerated Muds
2.2.1. Fresh Water Muds
Adalah
lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar
garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis
lumpur fresh water muds adalah : Spud Mud, Natural Mud,
Bentonite – treated mud, Phosphate treated mud, Organic colloid treated
mud, “Red” mud, Calcium mud, Lime treated mud, Gypsum treated mud dan Calcium salt.
a. Spud Mud,
adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal atau bagian atas bagi
conductor casing. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan
membuka lubang di permukaan.
b. Natural Mud,
yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa cair,
sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor. Lumpur ini
digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface
casing.
c. Bentonite – treated Mud,
yaitu mencakup sebagian besar dari tipe-tipe air tawar. Bentonite
adalah material paling umum yang digunakan untuk koloid inorganic yang
berfungsi mengurangi filtrate loss dan mengurangi tebal mud cake.
Bentonite juga menaikkan viscositas.
d. Phospate treated Mud,
yaitu mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas gel strength
dan juga dapat mengurangi filtrate loss serta mud cake dapat tipis.
e. Organic colloid treated Mud,
terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxymethyl
cellulose pada lumpur yang digunakan untuk mengurangi filtration loss
pada fresh water mud.
f. Red Mud,
yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh treatment
dengan cautic soda dan gueobracho (merah tua). Jenis lumpur ini adalah
alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur
dengan pH dibawah 10.
g. Calcium Mud,
yaitu lumpur yang mengandung larutan calcium (di sengaja). Calcium bisa
ditambah dengan bentuk slake lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4)
atau CaCl2.
2.2.2 Salt Water Mud
Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran air garam yang terbor. Filtrate loss-nya besar dan mud-cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi starch. Jika salt mudnya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt water mud adalah : Unsaturated salt water mud, Saturated salt-water mud dan Sodium-Silicate muds.
2.2.3. Oil-In-Water Emultion Muds (Emultion Mud)
Pada
lumpur ini, minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai
sebagai fasa kontinu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air.
Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat
fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume
filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi,
filtrate loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama,
penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan
pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh/dapat
dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling
(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.
Fresh water oil-in-water emulsion muds adalah lumpur yang mengandung NaCl sampai 60,000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud
diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5 – 25% volume. Jenis
emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam
lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam
hal efisiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk).
2.2.4. Oil Base Dan Oil Base Emulsion Mud
Lumpur
ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar
kadar airnya rendah (3 – 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif
terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek
negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas,
menaikkan gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay
yang sensitif baik terhadap formasi maupun formasi produktif (jadi ia
juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar adalah pada completion dan work-over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drillpipe yang terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner.
Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai manfaat yang sama seperti oil base-mud, yaitu filtratnya minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan
utamanya adlah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna
(bukan kontaminan). Air yang teremulsi dapat antara 15 – 50% volume,
tergantung densitas dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam
pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur, maka lumpur ini
dapat mengurangi bahaya api, dan pengontrolan flow propertinya dapat
seperti water base mud.
2.2.5. Gaseous Drilling Fluid
Digunakan
untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan gas atau
udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.
Keuntungan
cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air
dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan) yang
merugikan. Juga
tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini.
Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya
api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-zone dengan tekanan
rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud drilling
dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi
lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation
zone), mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.
2.3 Additive Lumpur Pemboran
Additive
lumpur pemboran adalah material-material yang ditambahkan untuk merawat
lumpur agar sesuai sifat-sifatnya dengan yang dibutuhkan. Sifat-sifat
yang dibutuhkan tersebut yaitu material pemberat lumpur, material
pengental lumpur, material pengencer lumpur, filtration loss control agent dan lost circulation material.
2.3.1 Material Pemberat Lumpur
Material yang ditambahkan untuk menaikkan berat jenis lumpur atau disebut juga dengan weight material. Seperti : Barite atau Barium Sulfate, Calcium Carbonate untuk oil base mud dan Galena.
2.3.2 Material Pengental Lumpur
Zat
kimia pengental lumpur merupakan bahan untuk menaikkan viskositas dari
lumpur bor. Material ini termasuk viscosifier. Seperti : Wyoming bentonite, High Yielding Clay, Attapulgite clay untuk salt water mud dan Extra high yield bentonite.
2.3.3 Material Pengencer Lumpur
Zat
kimia pengencer lumpur ini makdusnya adalah zat kimia yang digunakan
untuk menurunkan viskositas lumpur bor atau disebut juga Thinner.
Seperti : Chrome lignosulfonate, Alkaline lignite, Sodium Acid Pyrophospate, dll.
2.3.4. Filtration Loss Control Agent
Filtration Loss Control Agent maksudnya adalah bahan-bahan untuk mengurangi filtration loss dan menipiskan mud cake. Seperti : Pregelatinized Starch, Sodium Carboxymethylcellulose, dll.
2.3.5 Lost Circulation Material
Bahan ini untuk menyumbat bagian yang menimbulkan lost circulation. Jadi bahan untuk menghentikan lost circulation. Seperti : Blended Fiber, Graded Mica, Ground walnut hulls, dll
2.4. Fungsi Lumpur Pemboran
Fungsi lumpur digunakan pada saat operasi pemboran berlangsung, antara lain ;
1. Mengangkat cutting ke permukaan. Mengangkat cutting tergantung dari :
- Kecepatan fluida di annulus
- Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari densitas, aliran (laminer atau turbulen), viskositas. Umumnya kecepatan 100-120 fpm.
2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string
Panas dapat timbul akibat gesekan bit dan drill string yang kontak dengan formasi.
3. Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake
Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis di permukaan formasi yang permeable (lulus air).
4. Mengontrol tekanan formasi
Tekanan fluida formasi umumnya adalah di sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Diaman Persamaannya yaitu :
Pm = 0.052. ρm. D
Dimana :
Pm = tekanan static lumpur, psi
ρm = densitas lumpur, ppg
D = kedalaman, ft
5. Membawa cutting dan material-material pemberat dapat menjadi suspensi bila sirkulasi lumpur dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting di permukaan
Kemampuan
lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan terutama
tergantung dari gel strength. Bahwa cutting/pasir harus dibuang dari
aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada
pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal boleh
ada sebesar 2%.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing (Bouyancy effect)
8. Mengurangi efek negatif pada formasi
9. Mendapatkan informasi (mud log, sample log)
Dalam
pemboran, lumpur kadang-kadang dianalisa untuk diketahui apakah
mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log), sedangkan sample log adalah
menganalisa daripada cutting yang naik ke permukaan, untuk menentukan
formasi apa yang di bor.
10. Media logging
Pada
penentuan adanya minyak atau gas serta zone-zone air dan juga untuk
korelasi dan maksud-maksud lain, diadakan logging (pemasukan sejenis
alat antara lain alat listrik atau gamma ray/neutron), seperti electric
logging, yang mana memerlukan media penghantar arus listrik di lubang
bor.
2.5. Sifat-Sifat Lumpur Pemboran
Komposisi
dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran. Perencanaan
casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh lumpur yang
digunakan saat itu. Berikut sifat-sifat lumpur, yaitu :
2.5.1 Densitas dan Sand Content
Densitas
lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting karena
sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang
terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost
circulation), sedangkan apabila terlalu kecil akan menyebabkan “kick”. Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Dalam perhitungan asumsi-asumsi yang digunakan ;
1. volume setiap material adalah additive :
2. jumlah berat adalah additive, maka ;
keterangan :
Vs = volume solid, bbl
Vml = volume lumpur lama, bbl
Vm = volume lumpur baru, bbl
ρs = berat jenis solid, ppg
ρml = berat jenis lumpur lama, ppg
ρmb = berat jenis lumpur baru, ppg
Sand Content
yaitu tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran yang dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran, karena akan
menambah densitas lumpur yang disirkulasikan, sehingga akan menambah
beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur
disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama menghilangkan
partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi.
Alat-alat ini biasanya disebut “Conditioning Equipment”, yaitu : Shale
saker, degasser, desander dan desilter.
Penggambaran
sand content dari lumpur pemboran adalah persen volume dari
partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron.
2.5.2 Viskositas dan Gel Strength
Viskositas
dan gel strength merupakan bagian pokok dalam sifat-sifat rheology
fluida pemboran, yaitu viskositas sebagai keefektifan pengangkatan
cutting dan gel strength digunakan pada saat dilakukan round trip.
Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Marsh Funnel. Viskositas
ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter (1
quart) untuk mengalir keluar dari corong Marsh Funnel.
Penentuan harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial
reading) dan RPM motor pada Fann VG viscometer, harus diubah menjadi
harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp (centipoise).
Untuk menentukan harga plastic viscosity (μp) dan yield point (Yp), yaitu :
atau
2.5.3 Filtrasi dan Mud Cake
Ketika
terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan
tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan
partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan
tersebut disebut “filtrate”, sedangkan lapisan partikel-partikel besar
tertahan dipermukaan batuan disebut “filter cake”.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake
tidak dikontrol maka ia akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama
operasi pemboran maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud
cake yang tipis merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran
sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan filtratnya akan menyusup
ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.
Alat yang digunakan untuk menentukan filtration loss adalah Filtration Loss LPLT.
2.6. Kontaminasi Lumpur Pemboran
Salah
satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya
material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam
lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang
sering terjadi adalah :
1. Kontaminasi Sodium Chlorida (NaCl):
Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome)
2. Kontaminasi Gypsum dan
3. Kontaminasi Semen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar